The Great Wave off Kanagawa oleh Hokusai: Dampak Seni Jepang terhadap Impresionisme Eropa

The Great Wave off Kanagawa oleh Hokusai: Dampak Seni Jepang terhadap Impresionisme Eropa

The Great Wave off Kanagawa oleh Hokusai: Dampak Seni Jepang terhadap Impresionisme Eropa

Di antara kanvas-kanvas termasyhur dalam sejarah seni, salah satu yang paling langsung dikenali dan secara universal dikagumi adalah The Great Wave off Kanagawa. Diciptakan oleh seniman Jepang Katsushika Hokusai sekitar tahun 1829–1833 sebagai bagian dari seri cetakan balok kayu Thirty-six Views of Mount Fuji, karya ikonik ini telah melampaui batas geografis dan budaya, menjadi simbol kuat keindahan alam, kekuatan yang menakutkan, dan ketahanan manusia. Lebih dari sekadar mahakarya estetika, The Great Wave juga merupakan duta penting bagi pengaruh seni Jepang, khususnya gerakan Ukiyo-e, terhadap perkembangan seni Barat, terutama Impresionisme Eropa pada abad ke-19.

Hokusai dan Dunia Ukiyo-e

Untuk memahami dampak The Great Wave, kita harus terlebih dahulu menyelami konteks penciptaannya. Katsushika Hokusai (1760–1849) adalah seniman Ukiyo-e yang produktif dan inovatif. Ukiyo-e, yang secara harfiah berarti 'gambar dunia mengambang', adalah genre seni Jepang yang berkembang pesat dari abad ke-17 hingga ke-19. Genre ini berfokus pada penggambaran kehidupan sehari-hari yang serba cepat, pemandangan indah, aktor kabuki, geisha, dan pegulat sumo. Dicetak menggunakan balok kayu, karya Ukiyo-e dicirikan oleh garis tebal, warna-warna cerah, bidang warna datar, perspektif yang tidak konvensional, dan komposisi yang dinamis. Ini adalah seni yang dapat diakses oleh masyarakat umum, bukan hanya elite.

Dalam The Great Wave, Hokusai dengan mahir menggabungkan elemen-elemen ini. Gelombang yang menjulang tinggi, dengan cakar busa putihnya yang menyerupai tangan, mendominasi komposisi, mengerdilkan perahu-perahu nelayan yang rentan di bawahnya. Gunung Fuji yang sakral terlihat kecil di kejauhan, memberikan rasa skala dan kontras antara kekuatan alam yang tak terkendali dan ketenangan abadi. Penggunaan warna biru Prusia (berlin blue), pigmen sintetis baru yang baru saja diperkenalkan ke Jepang, memungkinkan Hokusai menciptakan nuansa biru laut yang dalam dan hidup, yang membedakannya dari cetakan sebelumnya.

Pembukaan Jepang dan Lahirnya Japonisme

Sebelum pertengahan abad ke-19, Jepang sebagian besar tertutup bagi dunia Barat. Namun, dengan kedatangan Komodor Matthew Perry dari Amerika Serikat pada tahun 1853, Jepang dipaksa untuk membuka pelabuhannya bagi perdagangan internasional. Akibatnya, gelombang besar barang-barang Jepang – termasuk keramik, tekstil, dan yang terpenting, cetakan balok kayu Ukiyo-e – membanjiri pasar Eropa. Barang-barang ini, yang begitu berbeda dari tradisi seni Barat, segera menarik perhatian para seniman, kolektor, dan intelektual.

Fenomena ini dikenal sebagai Japonisme, yaitu kegilaan dan pengaruh seni dan budaya Jepang di Barat. Cetakan Ukiyo-e, yang awalnya sering digunakan sebagai kertas pembungkus atau diabaikan sebagai karya seni 'murah' di Jepang, kini dihargai sebagai bentuk seni yang eksotis dan membebaskan. Seniman Eropa terpikat oleh estetika yang segar dan radikal yang ditawarkannya.

Dampak pada Impresionisme Eropa

Pengaruh seni Jepang, yang diwakili oleh karya-karya seperti The Great Wave, terhadap gerakan Impresionisme dan Post-Impresionisme Eropa tidak dapat dilebih-lebihkan. Para seniman Impresionis mencari cara baru untuk membebaskan diri dari tradisi akademik yang kaku, dan Ukiyo-e menawarkan model alternatif yang sempurna:

  1. Komposisi dan Perspektif Asimetris

    Berbeda dengan perspektif linier tradisional Barat yang berpusat pada satu titik, Ukiyo-e sering menggunakan komposisi asimetris, sudut pandang tinggi atau tidak biasa, dan pemotongan subjek yang dramatis. Ini terlihat jelas dalam The Great Wave, di mana gelombang memenuhi sebagian besar kanvas, dan perahu-perahu dipotong secara tidak konvensional. Seniman seperti Edgar Degas mengadopsi teknik ini dalam adegan balet dan pacuan kudanya, menciptakan momen-momen yang terasa spontan dan seperti cuplikan foto. Mary Cassatt juga menggunakan perspektif unik dan pemotongan subjek yang erat dalam penggambaran wanita dan anak-anak.

  2. Penggunaan Warna Datar dan Garis Kuat

    Ukiyo-e menggunakan bidang warna datar dan berani yang dibatasi oleh garis-garis tebal, alih-alih gradasi warna yang halus atau chiaroscuro untuk menciptakan volume. Ini sangat menarik bagi seniman seperti Vincent van Gogh, yang mengagumi penggunaan warna cerah dan garis tebal dalam cetakan Jepang. Karyanya The Starry Night, dengan pusaran bergaris kuat, memiliki resonansi yang jelas dengan dinamisme Hokusai. Bahkan Claude Monet, meskipun dikenal dengan sapuan kuas yang lebih lembut, menggunakan warna-warna cerah dan kontras dalam lukisan-lukisannya yang kaya cahaya.

  3. Fokus pada Subjek Sehari-hari dan Lanskap

    Ukiyo-e sering menggambarkan pemandangan alam, kehidupan perkotaan, dan kegiatan sehari-hari. Ini sejalan dengan tujuan Impresionis untuk mengangkat subjek-subjek modern dan 'mengabadikan' momen-momen fana. Monet, khususnya, terinspirasi oleh seri cetakan lanskap Hokusai, termasuk Thirty-six Views of Mount Fuji. Seri lukisan katedral, tumpukan jerami, dan bunga lili air karya Monet dapat dilihat sebagai respons langsung terhadap pendekatan Hokusai dalam mengeksplorasi subjek yang sama di bawah kondisi cahaya yang berbeda.

  4. Penghargaan terhadap Pola dan Dekorasi

    Karya-karya Jepang juga menunjukkan apresiasi yang kuat terhadap pola dan elemen dekoratif. Ini memengaruhi seniman Impresionis dan Post-Impresionis untuk memasukkan elemen dekoratif dan pola berulang ke dalam karya mereka, serta memengaruhi pergerakan dalam seni terapan dan desain.

Legasi Abadi

The Great Wave off Kanagawa tidak hanya sebuah gambar yang indah; ini adalah monumen historis yang merepresentasikan titik balik dalam sejarah seni global. Melalui cetakan ini dan jutaan cetakan Ukiyo-e lainnya yang membanjiri Eropa pada pertengahan abad ke-19, seni Jepang memberikan dorongan kritis bagi para seniman Impresionis untuk menantang konvensi, mencari cara baru untuk melihat dan merepresentasikan dunia, dan pada akhirnya, meletakkan dasar bagi seni modern. Dari komposisi yang berani hingga penggunaan warna yang cerah dan fokus pada subjek sehari-hari, gema Hokusai masih dapat ditemukan dalam karya-karya besar seni Barat, membuktikan bahwa seni benar-benar adalah bahasa universal yang mampu melampaui waktu dan batas budaya.

Komentar (0)

Silakan login terlebih dahulu untuk menulis komentar.

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!

Promo
mari buat perangkat pembelajaran Anda dengan 200 poin gratis.